Nama : Aditya Pradana Siregar
Kelas : XI IPA 2
RAJA
KILAN SYAH SERTA PUTRANYA
Maka kata bayan itu, "Adalah seorang raja di negeri Istambul,
terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Maka adalah nama raja itu Kilan Syah dan
istrinya baginda itu, bemama tuan putri Nur Zainun anak raja di negeri
Kastambar; ada dengan menterinya bemama Mangkubumi. Adapun akan raja itu ada
berputra seorang laki-laki terlalu amat baik parasnya; maka dinamai oleh
baginda akan anakanda itu raja Johan Rasyid. Maka raja Johan Rasyid itu pada
lahirnya terlalu sangat bijaksana. Maka adalah umumya baharu empat belas tahun.
Maka dengan takdir Allah sabhanahu wataala ayahanda baginda itu pun geringlah
terlalu amat sangat. Maka segala wazir dengan segala orang besar-besar dan
bentara dan penggawa di negeri itu pun, bertunggulah masing-masing kepada
tempatnya serta dengan dukacitanya akan raja Kilan Syah gering itu.
Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu: seperti racunlah kepadanya.
Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu: seperti racunlah kepadanya.
Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin
bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu
alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan
meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri
dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah
masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya sebab
bercintakan baginda itu.
Maka raja Kilan Syah pun bertitah, "Hai segala tuan-tuan!
Ketahui olehmu bahwa aku hampirlah akan kembali dari negeri yang fana ke negeri
yang baka. Bahwa adalah amanatku pada kamu sekalian: akan anakku Johan Rasyid
itu, pertaruhankulah pada kamu sekalian: pertama-tama aku serahkan kepada Allah
subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kamu sekalianlah.
Bagaimana kamu sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau mengasihi aku,
demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan aku dengan dia;
barang siapa melalui daripada amanatku ini, durhakalah ia kepada aku; dan jika
barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui hukum Allah
taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat."
Maka sembah mereka itu sekalian, "Ya tuanku syah alam, jangan
apalah tuanku memberi titah demikian memberi belas rasa hati patik sekalian.
Adakah pemah pafik sekalian melalui titah duli tuanku? Titah yang demikian itu
pun patik junjunglah di atas batu kepala patik sekalian, dilanjutkan Allah
subhanahu wataala umur syah alam."
Setelah raja Kilan Syah mendengar sembah mereka itu sekalian, maka
baginda pun menangis seraya menghadapkan muka baginda kepada anakanda baginda
raja Johan Rasyid.
Maka titah raja, "Hai anakku Johan Rasyid! Baik-baiklah
engkau peliharakan dirimu daripada apt naraka! Dan pebenar olehmu barang katamu
dan hendaklah engkau adil dan murah. Jauhi olehmu daripada dusta dan lalim!
Hendaklah buka tanganmu dan jauhi olehmu daripada kikir, karena benar itu
perhiasan segala raja-raja yang berilmu. Jika engkau turut seperti wasiatku
ini, tiadalah engkau menganiaya dirimu kepada kedua buah negeri ".
Setelah sudah raja Kilan Syah berwasiat, maka raja Kilan Syah pun
kembali kerahmat Allah taala dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Maka
segala mereka itu pun merataplah, riuh rendahlah bunyi segala isi istana,
menderulah bunyinya seperti ribut topan.
Maka perdana menteri dan segala pegawai orang besar-besar itu pun
semuanya habis berhimpun, hendak merajakan Johan Rasyid. Maka mayat raja Kilan
Syah pun dikuburkan oranglah dengan sempumanya seperti adat segala raja-raja
yang besar; demikianlah diperbuat orang akan baginda. Maka raja Johan Rasyid
pun tiadalah taksir lagi akan mengerjakan jenazah ayahanda baginda itu. Maka
setelah datanglah kepada setahun lamanya raja Johan Rasyid di atas takhta kerajaan,
maka terlalulah ia lalim, tiada takut akan Allah subhanahu wataala dan tiada
takut dan malu akan Nabi kita, dan wasiat ayahandanya pun dilupakannyalah;
melainkan akan hawa nafsunya juga yang diikutinya, dan akan nyawa segala hamba
Allah pun tiadalah terhisabkan lagi; pada sehari-hari makin bertambah-tambah
juga _lalimnya. Setelah diUhat oleh perdana menteri dan segala wazir dan segala
orang yang bemama-nama akan raja Johan Rasyid demikian itu, maka ia pun terlalu
heran dari karena sangat bersalahan daripada raja Kilan Syah, seperti langit
dengan bumi jauhnya dengan perangai ayahanda itu. Maka perdana menteri dengan
segala wazir dan segala orang besar-besar dan segala pegawai pun berhimpun
pergi menghadap raja Johan Rasyid, lalu duduk menyembah.
Maka
sembah perdana menteri dan segala mereka itu, "Ya tuanku Syah Alam! Maka
adalah patik sekalian ini menghadap ke bawah duli tuanku, karena tuanku
mengerjakan pekerjaan larangan Allah dan Rasul dan tiada mengikut wasiat paduka
marhum sedang mangkat; bukankah baginda berpesan kepada duli tuanku melarangkan
daripada kerja yang tiada berbetulan dengan hukum Allah "taala jangan duli
tuanku kerjakan; dan lagi duli tuanku raja berasal, lagi berilmu turun-temurun
daripada paduka ayahanda baginda raja yang adil; maka sampai kepada masa tuanku
naik kerajaan, demikianlah jadinya, tiadalah tuanku menurut amanat paduka
ayahanda itu."
Setelah raja Johan Rasyid mendengar sembah perdana menteri dan
segala pegawai-pegawai orang yang besar-besar itu, suatu pun tiada apa titah raja
Johan Rasyid, lalu ia berbangkit ke istananya. Maka perdana menteri dengan
segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi, oleh karena sembah mereka
itu tiada disahut oleh raja Johan Rasyid.
Setelah ia mendengar sembah segala mereka itu, makin bertambah-tambah
pula lalimnya daripada ia belum mendengar Sembah perdana menteri itu. Maka
segala isi negeri Istambul pun berundurlah dari negeri itu.
Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala orang besar- besar
akan hal negeri itu, maka perdana menteri dan segala wazir pun terialu dukacita
seraya dengan herannya melihat qadla. Allah taala yang datang kepadanya itu.
Maka perdana menteri pun memanggil segala wazir dan segala pegawai di dalam
negeri itu berhimpun ,musyawarat. dengan perdana menteri itu mencari bicara
akan raja Johan Rasyid, kalau-kalau mau, raja itu berbuat adil, supaya negeri
jangan binasa. Setelah sudah musyawarat, maka oleh perdana menteri dan
segala orang besar-besar dibawanya waliullah empat orang serta delapan orang
ulama pergi kepada raja Johan Rayid. Maka pada ketika itu juga raja Johan
Rasyid pun sedang dihadap oleh orang yang garib-garib segala hamba raja yang
jahat-jahat itu dan fasik murtad celaka, segala orang itu pun dikasihi oleh
raja. Maka baginda pun melihat waliullah dating dibawa olehnya perdana menteri
dan segala pegawai baginda, maka segeralah ia berangkat masuk ke istana.
Setelah dilihat oleh waliullah dan ulama itu tiada dengan adatnya, maka ulama
dan waliullah pun tersenyum. Maka perdana menteri dan segala orang besar-besar
pun tiadalah terbicara lagi. Maka segala mereka itu pun masing-masing kembali
ketempatnya dengan dukacitanya.
Maka beberapa hari perdana menteri dengan segala orang besar-besar
hendak berdatang sembah kepada anak raja itu, tiada juga ia mau keluar;
daripada sehari-hari makin bertambah lalimnya. Maka negeri itu pun diturunkan
Allah subhanahu wataala kemarau sangat keras; kepada sebulan, sehari pun tiada
hujan. Maka segala tanaman orang pun banyaklah mati. Maka segala dagang pun
tiada masuk ke negeri itu, karena mendengar rajanya sangat lalimnya, dan segala
makanan pun tiada dibawa masuk ke negeri itu, jadi mahalhh. Maka orang-orang di
dalam negeri itu pun lapariah, banyak mati. Maka segala pegawai dan wazir pun
berhimpunlah datang kepada perdana menteri bertanya dan bicarakan raja Johan
Rasyid itu.
Maka kata segala mereka itu kepada perdana menteri, "Jikalau
raja ini tiada kita bunuh, niscaya binasalah negeri ini, kita sekalian pun
huru-haralah."
Setelah dilihat oleh perdana menteri akan segala mereka itu gobar
sangat, hendak membunuh raja itu, maka kata perdana menteri akan saudaranya.
"Pada bicara hamba, baiklah sabar dahulu, sementara kita
bertanya hukum kepada kadi akan raja kita ini, maka hukum Allah suhanahu
watala, di sanalah kita turut."
Maka sahut segala mereka itu, "Benarlah seperti kata perdana
menteri itu, tetapi kami sekalian hendaklah segera menyembah raja lain."
Maka kata perdana menteri, "Jikalau demikian, marilah kita
pergi kepada kadi, supaya saudara hamba jangan syak hati."
Maka segala mereka itu pun pergilah mendapatkan kadi, Maka di
dalam negeri itu pun setengah orang berhimpun membaca kitab daripada seorang
mufti. Maka segala wazir yang besar-besar datang itu dengan alat senjatanya;
maka kadi pun terkejut seraya menyerahkan dirinya kepada Allah taala; maka
katanya, "Apa pekerjaan saudara hamba datang beramai-ramai ini? Karena
apa?"
Maka perdana menteri pun naik duduk seraya menyembah serta memberi
salam dan hormat. Maka disahuti kadi salamnya itu dan mufti itu pun memberi hormatnya
dengan seribu kemuliaan.
Maka kata perdana menteri, "Adapun hamba datang kepada tuan
hamba ini hendak bertanyakan hukum Allah taala akan segala raja-raja yang harus
menjadi raja."
Maka
kata kadi kepada mufti, "Ya Malulana Tuan hamba!"
Maka kata mufti, "Baiklah! Hai tuan-tuan sekalian,
ketahuilah, bahwasanya kepada hukum Allah yang hams akan raja itu, berakal,
tiada harus raja itu bebal; kedua balig, tiada harus kanak-kanak; ketiga
berbudi, tiada harus raja itu khilaf akalnya; keempat raja itu sehat, tiada
harus raja penyakit aib seperti sopak dan kusta; kelima, raja itu adil, tiada
harus raja itu lalim, karena itu menjadi dlilullahu filalam imam sekalian
manusia, karena segala raja itu membawa tertib sallallahualami wasallam, karena
raja bayang Allah taala dan ganti Nabi, supaya boleh diturut segala manusia.
Setelah mereka itu mendengar kata mufti itu dengan beberapa hadis
dan dalil, maka kata perdana menteri dengan segala wazir itu, "Ya Maulana,
akan raja kita ini apa hukumnya? Karena ia terlalu sangat lalim akan segala
manusia, sedikit pun tiada rahimnya akan segala isi negeri.''
Maka kata mufti itu, "Suruh ia bertobat daripada pekerjaannya
itu; jikalau ia tiada mau tobat, kamu sekalian bunuh akan dia."
Maka kadi dan perdana menteri dan segala pegawai dan segala wazir
pun menyuruh bicara lengkap segala alat senjata. Maka segala rakyat pun hendak
mengerjakan seperti kata mufti itu.
Maka segala musyawarat itu pun terdengarlah kepada baginda raja
Johan Rasyid hendak dibunuh akan dia; hendak disuruh tobat itu, tiada
dipakainya. Maka ia pun segeralah lari dengan seekor kuda, seorang pun tiada
sertanya. Maka mereka sekalian pun datanglah hendak menyuruh raja Johan Rasyid
itu tobat. Maka kata segala yang garib-garib itu, "Bahwa raja sudah lari
dengan seekor kuda ke mana-mana perginya tiadalah kami ketahui."
Setelah segala khalayak mendengar kata itu, maka kata segala wazir
dan segala pegawai yang besar-besar kepada perdana menteri, "Akan sekarang
ini, apa bicara tuan hamba? Negeri kita ini tiada beraja, tiada harus pada
hukum Allah taala."
Maka kata mufti, "Baiklah Kadi, ini kita jadikan raja
sementara mencari yang lain, supaya tetap negeri."
Maka mereka itu pun kabuUah akan kata mufti itu. Maka kadi pun
ditabalkan oranglah dengan sepertinya.
Setelah kadi itu jadi raja, maka ia pun terialulah adil, kepada
barang yang dikerjakannya dengan hukum Allah taala juga, sekali-kali tiada
bersalahan seperti dahulu itu dengan sekarang ini. Maka isi negeri itu pun
kembalilah seperti adat sediakala.
Sebermula, maka tersebutlah perkataan raja Johan Rasyid lari itu.
Setelah datanglah kepada empat puluh hari perjalanan, maka ia pun bertemulah
dengan Bedawi delapan orang. Maka dirampaslah oleh Bedawi itu akan raja Johan
Rasyid, habis diambilnya kudanya dan senjatanya dan pakaiannya sekaliannya
dirampas. Maka Bedawi yang delapan orang itu pun berjalanlah kepada tempat
lain, menjadi kayalah sebab ia beroleh pusaka pakaian kerajaan dengan
selengkapnya itu.
Setelah Bedawi itu sudah berjalan, maka raja Johan Rasyid pun
tinggallah dengan lapar dahaganya yang amat sangat serta dukacitanya. Maka ia
pun baharulah sadarkan dirinya diqadlakan Allah taala akan dia, dibalasnya
perbuat lalim itu. Maka raja pun terlalulah menyesal mengerjakan segala
pekerjaan yang telah lalu itu, seraya bertobat kepada Allah subhanahu wataala
dengan sempumanya. Maka raja Johan Rasyid pun menjadikan dirinya seorang fakir
minta sedekah, segenap negeri orang ia pergi, serta mengerjakan iman dan taat
menjauhkan kufur dan maksiat. Maka terlalulah amat sangat keras pertapaannya
itu.
Maka kadi pun sampailah turun-temurun menjadi raja di negeri
Istambul datang kepada anak cucunya. Demikianlah hikayat raja Kilan Syah
berpesan kepada anaknya
PATANI
Inilah
suatu kisah yang diceterakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri
Patani Darussalam itu.
Adapun
raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub
Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya
Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah.
Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu.
Iamenamai dirinya Paya Tu Naqpa.
Selama
Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari Paya Tu
Naqpa pun duduk diatas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri
pegawaihulubalang dan ra'yat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku
dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon."
Maka
sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli
Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga."
Maka
titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita.
Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu."
Maka
sembah segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli
Yang Mahamulia patik junjung."
Arkian
setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlahdengan
segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai
pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah
pundidirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam
didalamkemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka
baginda punmenitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang
itu datangmenghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan
sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya."
Maka
titah baginda: "Baiklah esok pagi-pagi kita berburu"
Maka
setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Makasegala
rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu
daripagi-pagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada
diperoleh. Makabaginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan
anjing perburuanbaginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah.
Hatta ada sekira-kira duajam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu
menyalak. Maka baginda pun segeramendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda
datang kepada suatu serokan tasik itu,maka baginda pun bertemulah dengan segala
orang yang menurut anjing itu. Makatitah baginda: "Apa yang disalak oleh
anjing itu?"
Maka
sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun
dankarunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya
gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu
pun lenyaplahpada pantai ini."
Setelah
baginda menengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalankepada
tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini
duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang
tuaitu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya.
Maka
hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Makasembah
orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada
kebawahDuli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka
pada masa
Paduka
Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerahorang
pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nendasampai
kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik
punditinggalkan oranglah pada tempat ini."
Maka
titah baginda: "Apa nama engkau?"
Maka
sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani."
Setelah
sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilahpada
kemahnya.
Dan
pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnyahendak
berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya makasegala
menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan keLancang
mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segalamenteri
hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya,maka
baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai.
Hatta
antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda punpindah
hilir duduk pada negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun
dinamakannyaPatani Darussalam [negeri yang sejahtera]. Arkian pangkalan yang di
tempat pelanduk putih lenyap itu [dan pangkalannya itu] pada Pintu Gajah
ke hulu Jambatan Kedi,[itulah. Dan] pangkalan itulah tempat Encik Tani naik
turun merawa dan menjerat itu.Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu
mengikut nama orang yang merawaitulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu
mengikut sembah orang mengatakanpelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya.
Hatta
antara berapa tahun lamanya baginda di atas takhta kerajaan itu, maka
bagindapun berputera tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai
Paina dan yangtengah perempuan bernama Tunku Mahajai dan bungsu laki-laki
bernama MahacaiPailang.
Hatta
berapa lamanya maka Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, danbeberapa
segala hora dan tabib mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda punmemberi
titah kepada bendahara suruh memalu canang pada segala daerah negeri:barang
siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu.
Arkian
maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara punsegera
bermohon keluar duduk di balairung menyuruhkan temenggung memalucanang, ikut
seperti titah baginda itu. Arkian maka temenggung pun segera bermohonkeluar
menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta maka canang itu pun dipaluoranglah
pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun
tiadabercakap.
Maka
orang yang memalu canang itu pun berjalan lalu di luar kampung orang Pasaiyang
duduk di biara Kampung Pasai itu. Syahdan antara itu ada seorang Pasaibernama
Syaikh Sa'id. Setelah didengarnya oleh Syaikh Sa'id seru orang yang
memalucanang itu, maka Syaikh Sa'id pun keluar berdiri di pintu kampungnya.
Maka orangyang memalu canang itu pun lalulah hampir pintu Syaikh Sa'id itu.
Maka
kata Syaikh Sa'id: "Apa kerja tuan-tuan memalu canang ini?"
Maka
kata penghulu canang itu: "Tiadakan tuanhamba tahu akan raja di dalam
negeriini sakit merkah segala tubuhnya? Berapa segala hora dan tabib mengobati
dia tiadajuga mau sembuh; jangankan sembuh, makin sangat pula sakitnya. Dari
karena itulahmaka titah raja menyuruh memalu canang ini, maka barang siapa
bercakap mengobatiraja itu, jikalau sembuh penyakitnya, diambil raja akan
menantu."
Maka
kata Syaikh Sa'id: "Kembalilah sembahkan kepada raja, yang jadi menantu
rajaitu hamba tiada mau, dan jikalau mau raja masuk agama Islam, hambalah
cakapmengobat penyakit raja itu."
Setelah
didengar oleh penghulu canang itu, maka ia pun segera kembalibersembahkan
kepada temenggung seperti kata Syaikh Sa'id itu. Arkian makatemenggung pun
dengan segeranya pergi maklumkan kepada bendahara seperti katapenghulu canang
itu. Setelah bendahara menengar kata temenggung itu, makabendahara pun masuk
menghadap baginda menyembahkan seperti kata tememggungitu. Maka titah baginda:
"Jikalau demikian, segeralah bendahara suruh panggil orangPasai itu."
Arkian
maka Syaikh Sa'id pun dipanggil oranglah. Hatta maka Syaikh Sa'id pundatanglah
menghadap raja.
Maka
titah raja pada Syaikh Sa'id: "Sungguhkah tuanhamba bercakap
mengobatipenyakit hamba ini?"
Maka
sembah Syaikh Sa'id: "Jikalau Tuanku masuk agama Islam, hambalah
mengobatpenyakit Duli Syah 'Alam itu."
Maka
titah raja: "Jikalau sembuh penyakit hamba ini, barang kata tuanhamba
ituhamba turutlah."
Setelah
sudah Syaikh Sa'id berjanji dengan raja itu, maka Syaikh Sa'id pun duduklahmengobat
raja itu. Ada tujuh hari lamanya, maka raja pun dapatlah keluar dihadapoleh
menteri hulubalang sekalian. Arkian maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah
kepadabaginda, lalu kembali ke rumahya. Antara berapa hari lamanya maka
penyakit raja itupun sembohlah. Maka raja pun mungkirlah ia akan janjinya
dengan Syaikh Sa'id itu.
Hatta
ada dua tahun selamanya, maka raja pun sakit pula, seperti dahulu itu juga
penyakitnya. Maka Syaikh Sa'id pun disuruh panggil pula oleh raja. Telah Syaik
hSa'id datang, maka titah baginda: "Tuan obatlah penyakit hamba ini.
Jikalau sembuhpenyakit hamba sekali ini, bahwa barang kata tuanhamba itu
tiadalah hamba laluilagi."
Maka
kata Syaikh Sa'id: "Sungguh-sungguh janji Tuanku dengan patik, maka
patik mau mengobati Duli Tuanku. Jikalau tiada sungguh seperti titah Duli
Tuanku ini,tiadalah patik mau mengobat dia".
Setelah
didengar raja sembah Syaikh Sa'id itu demikian, maka raja pun berteguh-teguhan
janjilah dengan Syaikh Sa'id. Arkian maka Syaikh Sa'id pun duduklah mengobat
raja itu. Ada lima hari maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah pada rajakembali
kerumahnya. Hatta antara tengah bulan lamanya, maka penyakit raja itu
punsembuhlah. Syahdan raja pula mungkir akan janjinya dengan Syaikh Sa'id itu.
Hatta
antara setahun lamanya maka raja itu pun sakit pula, terlebih dari pada
sakityang dahulu itu, dan duduk pun tiada dapat karar barang seketika. Maka
Syaikh Sa'idpun disuruh panggil oleh raja pula.
Maka
kata Syaikh Sa'id pada hamba raja itu:
"Tuanhamba
pergilah sembahkan kebawah Duli Raja, tiada hamba mau mengobatiraja itu lagi,
karena janji raja dengan hamba tiada sungguh."
Hatta
maka (hamba)raja itu pun kembalilah, maka segala kata Syaikh Sa'id itusemuanya
dipersembahkannya kepada raja.
Maka
titah raja kepada bentara: "Pergilah engkau panggil orang Pasai itu,
engkaukatakan padanya jikalau sembuh penyakitku sekali ini, tiadalah kuubahkan
janjikudengan dia itu. Demi berhala yang ku sembah ini, jikalau aku mengubahkan
janjiku ini, janganlah sembuh penyakitku ini selama-lamanya."
Arkian
maka bentara pun pergilah menjunjungkan segala titah raja itu kepada
SyaikhSa'id. Maka kata Syaikh Sa'id: "Baiklah berhala tuan raja itulah
akan syaksinyahamba: jikalau lain kalanya tiadalah hamba mau mengobat raja
itu."
Hatta
maka Syaikh Sa'id pun pergilah mengadap raja. Setelah Syaikh Sa'id datang,maka
titah raja: "Tuan obatilah penyakit hamba sekali ini. Jikalau sembuh
penyakithamba ini, barang yang tuan kata itu bahwa sesungguhnya tiadalah hamba
lalui lagi."
Maka
kata Syaikh Sa'id: "Baiklah, biarlah patik obat penyakit Duli Tuanku.
Jikalausudah sembuh Duli Tuanku tiada masuk agama Islam sekali ini juga, jika
datang penyakit Tuanku kemudian harinya, jika Duli Tuanku bunuh patik
sekalipun, ridhalahpatik; akan mengobat penyakit Tuanku itu, patik
mohonlah."
Maka
titah raja: "Baiklah, mana kata tuan itu, hamba turutlah."
Setelah
itu maka raja pun diobat pula oleh Syaikh Sa'id itu. Hatta antara tiga
harilamanya maka Syaikh Sa'id pun bermohon pada raja, kembali kerumahnya.
Hattaantara dua puluh hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah.
Sebermula
ada sebulan selangnya, maka pada suatu hari raja semayam di balairungdiadap
oleh segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka titah baginda:
"Hai segala menteri hulubalangku, apa bicara kamu sekalian, karena aku
hendak mengikutagama Islam?"
Maka
sembah sekalian mereka itu: "Daulat Tuanku, mana titah patik sekalian
junjung,karena patik sekalian ini hamba pada kebawah Duli Yang Mahamulia."
Hatta
setelah raja mendengar sembah segala menteri hulubalangnya itu, maka bagindapun
terlalulah sukacita, lalu berangkat masuk ke istana.
Setelah
datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun menitahkan bentarakanan pergi
memanggil Syaikh Sa'id, serta bertitah pada bendahara suruhmenghimpunkan segala
menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka baginda punsemayam di balairung
diadap oleh rakyat sekalian. Pada tatkala itu Syaikh Sa'id pundatanglah
menghadap raja diiringkan oleh bentara. Setelah Syaikh Sa'id itu datangmaka
raja pun sangatlah memuliakan Syaikh Sa'id itu.
Maka
titah baginda: "Adapun hamba memanggil tuanhamba ini, karena janji
hambadengan tuanhamba ini hendak masuk agama Islam itulah."
Setelah
Syaikh Sa'id mendengar titah raja demikian itu, maka Syaikh Sa'id pun
segeramengucup tangan raja itu, lalu dijunjungnya. Sudah itu maka diajarkanlah
kalimatsyahadat oleh syaikh, demikian bunyinya: "Asyhadu an la ilâha illa
l-Lâh wa asyhaduanna Muhammadan rasulu lLâh."
Maka
raja pun kararlah membawa agama Islam. Setelah sudah raja mengucap
kalimatsyahadat itu, maka Syaikh Sa'id pun mengajarkan kalimat syahadat kepada
segalamenteri hulubalang dan rakyat yang ada hadir itu pula.
Telah
selesailah Syaikh Sa'id dari pada mengajarkan kalimat syahadat pada
segalamereka itu, maka sembah Syaikh Sa'id: "Ya Tuanku Syah 'Alam, baiklah
Tuankubernama mengikut nama Islam, karena Tuanku sudah membawa agama Islam,
supayabertambah berkat Duli Tuanku beroleh syafa'at dari Muhammad rasul Allah,
sallalLâhu alaihi wa sallama diakirat jemah."
Maka
titah baginda: "Jikalau demikian, tuanhambalah memberi nama akan
hamba."
Arkian
maka raja itu pun diberi nama oleh Syaikh Sa'id, Sultan Isma'il Syah
ZillullâhFi l'Alam. Setelah sudah Syaikh Sa'id memberi nama akan raja itu, maka
titahbaginda: "Anak hamba ketiga itu baiklah tuanhamba beri nama sekali,
supayasempurnalah hamba membawa agama Islam."
Maka
kembali Syaikh Sa'id: "Barang bertambah kiranya daulat sa'adat Duli
YangMahamulia, hingga datang kepada kesudahan zaman paduka anakanda dan
cucundaDuli Yang Mahamulia karar sentosa di atas takhta kerajaan di negeri
PataniDarussalam."
Arkian
maka Syaikh Sa'id pun memberi nama akan paduka anakanda baginda yangtua itu
Sultan Mudhaffar Syah dan yang tengah perempuan itu dinamainya Sitti'A'isyah
dan yang bungsu laki-laki dinamainya Sultan Manzur Syah. Setelah sudahSyaikh
Sa'id memberi nama akan anakanda baginda itu, maka baginda punmengaruniai akan
Syaikh Sa'id itu terlalu banyak dari pada emas perak dan kain yangindah-indah.
Hatta maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah pada raja, lalu kembali kerumahnya di
biara Kampung Pasai.
Syahdan
pada zaman itu segala rakyat yang di dalam negeri juga yang membawa agama
Islam, dan segala rakyat yang diluar daerah negeri seorang pun tiada
masuk Islam. Adapun raja itu sungguhpun ia membawa agama Islam, yang
menyembah berhala dan makan babi itu juga yang ditinggalkan; lain dari pada itu
segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya.
PERBEDAAN :
Cerita hikayat Patani (HP) tentang
penyebaran agama islam sedangkan Raja Kilan Syah serta Putranya (RKS) bercerita
mengenai seorang ayah yang berpesan kepada anaknya agar dapat menjaga kerajaan
istambul. HP lebih susah dipahami karena masih menggunakan bahasa yang sulit
dimengerti sedangkan RKS lebih mudah dipahami. Dalam cerita HP tokoh lebih
banyak, dibandingkan RKS yang memiliki sedikit tokoh.
PERSAMAAN
:
HP dan RKS bercerita tentang kerajaan dan mengandung unsur keagamaan. Alur yang digunakan adalah alur
maju, karena kedua cerita ini terus menceritakan tentang kejadian kedepannya
dan bukan menceritakan tentang masa lalu.
Kedua cerita ini sama-sama mempunyai konflik yang sama yaitu seorang raja yang sakit dan meminta anaknya untuk menggantikan ke dudukannya
di hari kelak. Kedua cerita ini banyak mengandung nilai moral, sosial, dan
agama.