web stats

Senin, 24 Februari 2014



                                                                                     Nama    : Aditya Pradana Siregar
 Kelas    : XI IPA 2

RAJA KILAN SYAH SERTA PUTRANYA

Maka kata bayan itu, "Adalah seorang raja di negeri Istambul, terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Maka adalah nama raja itu Kilan Syah dan istrinya baginda itu, bemama tuan putri Nur Zainun anak raja di negeri Kastambar; ada dengan menterinya bemama Mangkubumi. Adapun akan raja itu ada berputra seorang laki-laki terlalu amat baik parasnya; maka dinamai oleh baginda akan anakanda itu raja Johan Rasyid. Maka raja Johan Rasyid itu pada lahirnya terlalu sangat bijaksana. Maka adalah umumya baharu empat belas tahun. Maka dengan takdir Allah sabhanahu wataala ayahanda baginda itu pun geringlah terlalu amat sangat. Maka segala wazir dengan segala orang besar-besar dan bentara dan penggawa di negeri itu pun, bertunggulah masing-masing kepada tempatnya serta dengan dukacitanya akan raja Kilan Syah gering itu.
             Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu: seperti racunlah kepadanya.
Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya sebab bercintakan baginda itu.
Maka raja Kilan Syah pun bertitah, "Hai segala tuan-tuan! Ketahui olehmu bahwa aku hampirlah akan kembali dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Bahwa adalah amanatku pada kamu sekalian: akan anakku Johan Rasyid itu, pertaruhankulah pada kamu sekalian: pertama-tama aku serahkan kepada Allah subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kamu sekalianlah. Bagaimana kamu sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau mengasihi aku, demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan aku dengan dia; barang siapa melalui daripada amanatku ini, durhakalah ia kepada aku; dan jika barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui hukum Allah taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat."
Maka sembah mereka itu sekalian, "Ya tuanku syah alam, jangan apalah tuanku memberi titah demikian memberi belas rasa hati patik sekalian. Adakah pemah pafik sekalian melalui titah duli tuanku? Titah yang demikian itu pun patik junjunglah di atas batu kepala patik sekalian, dilanjutkan Allah subhanahu wataala umur syah alam."
Setelah raja Kilan Syah mendengar sembah mereka itu sekalian, maka baginda pun menangis seraya menghadapkan muka baginda kepada anakanda baginda raja Johan Rasyid.
Maka titah raja, "Hai anakku Johan Rasyid! Baik-baiklah engkau peliharakan dirimu daripada apt naraka! Dan pebenar olehmu barang katamu dan hendaklah engkau adil dan murah. Jauhi olehmu daripada dusta dan lalim! Hendaklah buka tanganmu dan jauhi olehmu daripada kikir, karena benar itu perhiasan segala raja-raja yang berilmu. Jika engkau turut seperti wasiatku ini, tiadalah engkau menganiaya dirimu kepada kedua buah negeri ".
Setelah sudah raja Kilan Syah berwasiat, maka raja Kilan Syah pun kembali kerahmat Allah taala dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Maka segala mereka itu pun merataplah, riuh rendahlah bunyi segala isi istana, menderulah bunyinya seperti ribut topan.
Maka perdana menteri dan segala pegawai orang besar-besar itu pun semuanya habis berhimpun, hendak merajakan Johan Rasyid. Maka mayat raja Kilan Syah pun dikuburkan oranglah dengan sempumanya seperti adat segala raja-raja yang besar; demikianlah diperbuat orang akan baginda. Maka raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi akan mengerjakan jenazah ayahanda baginda itu. Maka setelah datanglah kepada setahun lamanya raja Johan Rasyid di atas takhta kerajaan, maka terlalulah ia lalim, tiada takut akan Allah subhanahu wataala dan tiada takut dan malu akan Nabi kita, dan wasiat ayahandanya pun dilupakannyalah; melainkan akan hawa nafsunya juga yang diikutinya, dan akan nyawa segala hamba Allah pun tiadalah terhisabkan lagi; pada sehari-hari makin bertambah-tambah juga _lalimnya. Setelah diUhat oleh perdana menteri dan segala wazir dan segala orang yang bemama-nama akan raja Johan Rasyid demikian itu, maka ia pun terlalu heran dari karena sangat bersalahan daripada raja Kilan Syah, seperti langit dengan bumi jauhnya dengan perangai ayahanda itu. Maka perdana menteri dengan segala wazir dan segala orang besar-besar dan segala pegawai pun berhimpun pergi menghadap raja Johan Rasyid, lalu duduk menyembah.
Maka sembah perdana menteri dan segala mereka itu, "Ya tuanku Syah Alam! Maka adalah patik sekalian ini menghadap ke bawah duli tuanku, karena tuanku mengerjakan pekerjaan larangan Allah dan Rasul dan tiada mengikut wasiat paduka marhum sedang mangkat; bukankah baginda berpesan kepada duli tuanku melarangkan daripada kerja yang tiada berbetulan dengan hukum Allah "taala jangan duli tuanku kerjakan; dan lagi duli tuanku raja berasal, lagi berilmu turun-temurun daripada paduka ayahanda baginda raja yang adil; maka sampai kepada masa tuanku naik kerajaan, demikianlah jadinya, tiadalah tuanku menurut amanat paduka ayahanda itu."
Setelah raja Johan Rasyid mendengar sembah perdana menteri dan segala pegawai-pegawai orang yang besar-besar itu, suatu pun tiada apa titah raja Johan Rasyid, lalu ia berbangkit ke istananya. Maka perdana menteri dengan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi, oleh karena sembah mereka itu tiada disahut oleh raja Johan Rasyid.
Setelah ia mendengar sembah segala mereka itu, makin bertambah-tambah pula lalimnya daripada ia belum mendengar Sembah perdana menteri itu. Maka segala isi negeri Istambul pun berundurlah dari negeri itu.
Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala orang besar- besar akan hal negeri itu, maka perdana menteri dan segala wazir pun terialu dukacita seraya dengan herannya melihat qadla. Allah taala yang datang kepadanya itu. Maka perdana menteri pun memanggil segala wazir dan segala pegawai di dalam negeri itu berhimpun ,musyawarat. dengan perdana menteri itu mencari bicara akan raja Johan Rasyid, kalau-kalau mau, raja itu berbuat adil, supaya negeri jangan binasa.  Setelah sudah musyawarat, maka oleh perdana menteri dan segala orang besar-besar dibawanya waliullah empat orang serta delapan orang ulama pergi kepada raja Johan Rayid. Maka pada ketika itu juga raja Johan Rasyid pun sedang dihadap oleh orang yang garib-garib segala hamba raja yang jahat-jahat itu dan fasik murtad celaka, segala orang itu pun dikasihi oleh raja. Maka baginda pun melihat waliullah dating dibawa olehnya perdana menteri dan segala pegawai baginda, maka segeralah ia berangkat masuk ke istana. Setelah dilihat oleh waliullah dan ulama itu tiada dengan adatnya, maka ulama dan waliullah pun tersenyum. Maka perdana menteri dan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi. Maka segala mereka itu pun masing-masing kembali ketempatnya dengan dukacitanya.
Maka beberapa hari perdana menteri dengan segala orang besar-besar hendak berdatang sembah kepada anak raja itu, tiada juga ia mau keluar; daripada sehari-hari makin bertambah lalimnya. Maka negeri itu pun diturunkan Allah subhanahu wataala kemarau sangat keras; kepada sebulan, sehari pun tiada hujan. Maka segala tanaman orang pun banyaklah mati. Maka segala dagang pun tiada masuk ke negeri itu, karena mendengar rajanya sangat lalimnya, dan segala makanan pun tiada dibawa masuk ke negeri itu, jadi mahalhh. Maka orang-orang di dalam negeri itu pun lapariah, banyak mati. Maka segala pegawai dan wazir pun berhimpunlah datang kepada perdana menteri bertanya dan bicarakan raja Johan Rasyid itu.
Maka kata segala mereka itu kepada perdana menteri, "Jikalau raja ini tiada kita bunuh, niscaya binasalah negeri ini, kita sekalian pun huru-haralah."
Setelah dilihat oleh perdana menteri akan segala mereka itu gobar sangat, hendak membunuh raja itu, maka kata perdana menteri akan saudaranya.
"Pada bicara hamba, baiklah sabar dahulu, sementara kita bertanya hukum kepada kadi akan raja kita ini, maka hukum Allah suhanahu watala, di sanalah kita turut."
Maka sahut segala mereka itu, "Benarlah seperti kata perdana menteri itu, tetapi kami sekalian hendaklah segera menyembah raja lain."
Maka kata perdana menteri, "Jikalau demikian, marilah kita pergi kepada kadi, supaya saudara hamba jangan syak hati."
Maka segala mereka itu pun pergilah mendapatkan kadi, Maka di dalam negeri itu pun setengah orang berhimpun membaca kitab daripada seorang mufti. Maka segala wazir yang besar-besar datang itu dengan alat senjatanya; maka kadi pun terkejut seraya menyerahkan dirinya kepada Allah taala; maka katanya, "Apa pekerjaan saudara hamba datang beramai-ramai ini? Karena apa?"
Maka perdana menteri pun naik duduk seraya menyembah serta memberi salam dan hormat. Maka disahuti kadi salamnya itu dan mufti itu pun memberi hormatnya dengan seribu kemuliaan.
Maka kata perdana menteri, "Adapun hamba datang kepada tuan hamba ini hendak bertanyakan hukum Allah taala akan segala raja-raja yang harus menjadi raja."
Maka kata kadi kepada mufti, "Ya Malulana Tuan hamba!"
Maka kata mufti, "Baiklah! Hai tuan-tuan sekalian, ketahuilah, bahwasanya kepada hukum Allah yang hams akan raja itu, berakal, tiada harus raja itu bebal; kedua balig, tiada harus kanak-kanak; ketiga berbudi, tiada harus raja itu khilaf akalnya; keempat raja itu sehat, tiada harus raja penyakit aib seperti sopak dan kusta; kelima, raja itu adil, tiada harus raja itu lalim, karena itu menjadi dlilullahu filalam imam sekalian manusia, karena segala raja itu membawa tertib sallallahualami wasallam, karena raja bayang Allah taala dan ganti Nabi, supaya boleh diturut segala manusia.
Setelah mereka itu mendengar kata mufti itu dengan beberapa hadis dan dalil, maka kata perdana menteri dengan segala wazir itu, "Ya Maulana, akan raja kita ini apa hukumnya? Karena ia terlalu sangat lalim akan segala manusia, sedikit pun tiada rahimnya akan segala isi negeri.''
Maka kata mufti itu, "Suruh ia bertobat daripada pekerjaannya itu; jikalau ia tiada mau tobat, kamu sekalian bunuh akan dia."
Maka kadi dan perdana menteri dan segala pegawai dan segala wazir pun menyuruh bicara lengkap segala alat senjata. Maka segala rakyat pun hendak mengerjakan seperti kata mufti itu.
Maka segala musyawarat itu pun terdengarlah kepada baginda raja Johan Rasyid hendak dibunuh akan dia; hendak disuruh tobat itu, tiada dipakainya. Maka ia pun segeralah lari dengan seekor kuda, seorang pun tiada sertanya. Maka mereka sekalian pun datanglah hendak menyuruh raja Johan Rasyid itu tobat. Maka kata segala yang garib-garib itu, "Bahwa raja sudah lari dengan seekor kuda ke mana-mana perginya tiadalah kami ketahui."
Setelah segala khalayak mendengar kata itu, maka kata segala wazir dan segala pegawai yang besar-besar kepada perdana menteri, "Akan sekarang ini, apa bicara tuan hamba? Negeri kita ini tiada beraja, tiada harus pada hukum Allah taala."
Maka kata mufti, "Baiklah Kadi, ini kita jadikan raja sementara mencari yang lain, supaya tetap negeri."
Maka mereka itu pun kabuUah akan kata mufti itu. Maka kadi pun ditabalkan oranglah dengan sepertinya.
Setelah kadi itu jadi raja, maka ia pun terialulah adil, kepada barang yang dikerjakannya dengan hukum Allah taala juga, sekali-kali tiada bersalahan seperti dahulu itu dengan sekarang ini. Maka isi negeri itu pun kembalilah seperti adat sediakala.
Sebermula, maka tersebutlah perkataan raja Johan Rasyid lari itu. Setelah datanglah kepada empat puluh hari perjalanan, maka ia pun bertemulah dengan Bedawi delapan orang. Maka dirampaslah oleh Bedawi itu akan raja Johan Rasyid, habis diambilnya kudanya dan senjatanya dan pakaiannya sekaliannya dirampas. Maka Bedawi yang delapan orang itu pun berjalanlah kepada tempat lain, menjadi kayalah sebab ia beroleh pusaka pakaian kerajaan dengan selengkapnya itu.
Setelah Bedawi itu sudah berjalan, maka raja Johan Rasyid pun tinggallah dengan lapar dahaganya yang amat sangat serta dukacitanya. Maka ia pun baharulah sadarkan dirinya diqadlakan Allah taala akan dia, dibalasnya perbuat lalim itu. Maka raja pun terlalulah menyesal mengerjakan segala pekerjaan yang telah lalu itu, seraya bertobat kepada Allah subhanahu wataala dengan sempumanya. Maka raja Johan Rasyid pun menjadikan dirinya seorang fakir minta sedekah, segenap negeri orang ia pergi, serta mengerjakan iman dan taat menjauhkan kufur dan maksiat. Maka terlalulah amat sangat keras pertapaannya itu.
Maka kadi pun sampailah turun-temurun menjadi raja di negeri Istambul datang kepada anak cucunya. Demikianlah hikayat raja Kilan Syah berpesan kepada anaknya


















PATANI

Inilah suatu kisah yang diceterakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu.
Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Iamenamai dirinya Paya Tu Naqpa.
Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk diatas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri pegawaihulubalang dan ra'yat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon."
Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga."
Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu."
Maka sembah segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung."
Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlahdengan segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pundidirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam didalamkemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda punmenitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datangmenghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya."
Maka titah baginda: "Baiklah esok pagi-pagi kita berburu"
Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Makasegala rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu daripagi-pagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Makabaginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuanbaginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekira-kira duajam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segeramendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu,maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu. Makatitah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?"
Maka sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dankarunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplahpada pantai ini."
Setelah baginda menengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalankepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tuaitu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya.
Maka hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Makasembah orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada kebawahDuli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa
Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerahorang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nendasampai kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik punditinggalkan oranglah pada tempat ini."
Maka titah baginda: "Apa nama engkau?"
Maka sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani."
Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilahpada kemahnya.
Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnyahendak berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya makasegala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan keLancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segalamenteri hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya,maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai.
Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda punpindah hilir duduk pada negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannyaPatani Darussalam [negeri yang sejahtera]. Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu [dan pangkalannya itu] pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi,[itulah. Dan] pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu.Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawaitulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakanpelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya.
Hatta antara berapa tahun lamanya baginda di atas takhta kerajaan itu, maka bagindapun berputera tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yangtengah perempuan bernama Tunku Mahajai dan bungsu laki-laki bernama MahacaiPailang.
Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, danbeberapa segala hora dan tabib mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda punmemberi titah kepada bendahara suruh memalu canang pada segala daerah negeri:barang siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu.
Arkian maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara punsegera bermohon keluar duduk di balairung menyuruhkan temenggung memalucanang, ikut seperti titah baginda itu. Arkian maka temenggung pun segera bermohonkeluar menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta maka canang itu pun dipaluoranglah pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun tiadabercakap.
Maka orang yang memalu canang itu pun berjalan lalu di luar kampung orang Pasaiyang duduk di biara Kampung Pasai itu. Syahdan antara itu ada seorang Pasaibernama Syaikh Sa'id. Setelah didengarnya oleh Syaikh Sa'id seru orang yang memalucanang itu, maka Syaikh Sa'id pun keluar berdiri di pintu kampungnya. Maka orangyang memalu canang itu pun lalulah hampir pintu Syaikh Sa'id itu.
Maka kata Syaikh Sa'id: "Apa kerja tuan-tuan memalu canang ini?"
Maka kata penghulu canang itu: "Tiadakan tuanhamba tahu akan raja di dalam negeriini sakit merkah segala tubuhnya? Berapa segala hora dan tabib mengobati dia tiadajuga mau sembuh; jangankan sembuh, makin sangat pula sakitnya. Dari karena itulahmaka titah raja menyuruh memalu canang ini, maka barang siapa bercakap mengobatiraja itu, jikalau sembuh penyakitnya, diambil raja akan menantu."
Maka kata Syaikh Sa'id: "Kembalilah sembahkan kepada raja, yang jadi menantu rajaitu hamba tiada mau, dan jikalau mau raja masuk agama Islam, hambalah cakapmengobat penyakit raja itu."
Setelah didengar oleh penghulu canang itu, maka ia pun segera kembalibersembahkan kepada temenggung seperti kata Syaikh Sa'id itu. Arkian makatemenggung pun dengan segeranya pergi maklumkan kepada bendahara seperti katapenghulu canang itu. Setelah bendahara menengar kata temenggung itu, makabendahara pun masuk menghadap baginda menyembahkan seperti kata tememggungitu. Maka titah baginda: "Jikalau demikian, segeralah bendahara suruh panggil orangPasai itu."
Arkian maka Syaikh Sa'id pun dipanggil oranglah. Hatta maka Syaikh Sa'id pundatanglah menghadap raja.
Maka titah raja pada Syaikh Sa'id: "Sungguhkah tuanhamba bercakap mengobatipenyakit hamba ini?"
Maka sembah Syaikh Sa'id: "Jikalau Tuanku masuk agama Islam, hambalah mengobatpenyakit Duli Syah 'Alam itu."
Maka titah raja: "Jikalau sembuh penyakit hamba ini, barang kata tuanhamba ituhamba turutlah."
Setelah sudah Syaikh Sa'id berjanji dengan raja itu, maka Syaikh Sa'id pun duduklahmengobat raja itu. Ada tujuh hari lamanya, maka raja pun dapatlah keluar dihadapoleh menteri hulubalang sekalian. Arkian maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah kepadabaginda, lalu kembali ke rumahya. Antara berapa hari lamanya maka penyakit raja itupun sembohlah. Maka raja pun mungkirlah ia akan janjinya dengan Syaikh Sa'id itu.
Hatta ada dua tahun selamanya, maka raja pun sakit pula, seperti dahulu itu juga penyakitnya. Maka Syaikh Sa'id pun disuruh panggil pula oleh raja. Telah Syaik hSa'id datang, maka titah baginda: "Tuan obatlah penyakit hamba ini. Jikalau sembuhpenyakit hamba sekali ini, bahwa barang kata tuanhamba itu tiadalah hamba laluilagi."
Maka kata Syaikh Sa'id: "Sungguh-sungguh janji Tuanku dengan patik, maka patik mau mengobati Duli Tuanku. Jikalau tiada sungguh seperti titah Duli Tuanku ini,tiadalah patik mau mengobat dia".
Setelah didengar raja sembah Syaikh Sa'id itu demikian, maka raja pun berteguh-teguhan janjilah dengan Syaikh Sa'id. Arkian maka Syaikh Sa'id pun duduklah mengobat raja itu. Ada lima hari maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah pada rajakembali kerumahnya. Hatta antara tengah bulan lamanya, maka penyakit raja itu punsembuhlah. Syahdan raja pula mungkir akan janjinya dengan Syaikh Sa'id itu.
Hatta antara setahun lamanya maka raja itu pun sakit pula, terlebih dari pada sakityang dahulu itu, dan duduk pun tiada dapat karar barang seketika. Maka Syaikh Sa'idpun disuruh panggil oleh raja pula.
Maka kata Syaikh Sa'id pada hamba raja itu:
"Tuanhamba pergilah sembahkan kebawah Duli Raja, tiada hamba mau mengobatiraja itu lagi, karena janji raja dengan hamba tiada sungguh."
Hatta maka (hamba)raja itu pun kembalilah, maka segala kata Syaikh Sa'id itusemuanya dipersembahkannya kepada raja.
Maka titah raja kepada bentara: "Pergilah engkau panggil orang Pasai itu, engkaukatakan padanya jikalau sembuh penyakitku sekali ini, tiadalah kuubahkan janjikudengan dia itu. Demi berhala yang ku sembah ini, jikalau aku mengubahkan janjiku ini, janganlah sembuh penyakitku ini selama-lamanya."
Arkian maka bentara pun pergilah menjunjungkan segala titah raja itu kepada SyaikhSa'id. Maka kata Syaikh Sa'id: "Baiklah berhala tuan raja itulah akan syaksinyahamba: jikalau lain kalanya tiadalah hamba mau mengobat raja itu."
Hatta maka Syaikh Sa'id pun pergilah mengadap raja. Setelah Syaikh Sa'id datang,maka titah raja: "Tuan obatilah penyakit hamba sekali ini. Jikalau sembuh penyakithamba ini, barang yang tuan kata itu bahwa sesungguhnya tiadalah hamba lalui lagi."
Maka kata Syaikh Sa'id: "Baiklah, biarlah patik obat penyakit Duli Tuanku. Jikalausudah sembuh Duli Tuanku tiada masuk agama Islam sekali ini juga, jika datang penyakit Tuanku kemudian harinya, jika Duli Tuanku bunuh patik sekalipun, ridhalahpatik; akan mengobat penyakit Tuanku itu, patik mohonlah."
Maka titah raja: "Baiklah, mana kata tuan itu, hamba turutlah."
Setelah itu maka raja pun diobat pula oleh Syaikh Sa'id itu. Hatta antara tiga harilamanya maka Syaikh Sa'id pun bermohon pada raja, kembali kerumahnya. Hattaantara dua puluh hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah.
Sebermula ada sebulan selangnya, maka pada suatu hari raja semayam di balairungdiadap oleh segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka titah baginda: "Hai segala menteri hulubalangku, apa bicara kamu sekalian, karena aku hendak mengikutagama Islam?"
Maka sembah sekalian mereka itu: "Daulat Tuanku, mana titah patik sekalian junjung,karena patik sekalian ini hamba pada kebawah Duli Yang Mahamulia."
Hatta setelah raja mendengar sembah segala menteri hulubalangnya itu, maka bagindapun terlalulah sukacita, lalu berangkat masuk ke istana.
Setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun menitahkan bentarakanan pergi memanggil Syaikh Sa'id, serta bertitah pada bendahara suruhmenghimpunkan segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka baginda punsemayam di balairung diadap oleh rakyat sekalian. Pada tatkala itu Syaikh Sa'id pundatanglah menghadap raja diiringkan oleh bentara. Setelah Syaikh Sa'id itu datangmaka raja pun sangatlah memuliakan Syaikh Sa'id itu.
Maka titah baginda: "Adapun hamba memanggil tuanhamba ini, karena janji hambadengan tuanhamba ini hendak masuk agama Islam itulah."
Setelah Syaikh Sa'id mendengar titah raja demikian itu, maka Syaikh Sa'id pun segeramengucup tangan raja itu, lalu dijunjungnya. Sudah itu maka diajarkanlah kalimatsyahadat oleh syaikh, demikian bunyinya: "Asyhadu an la ilâha illa l-Lâh wa asyhaduanna Muhammadan rasulu lLâh."
Maka raja pun kararlah membawa agama Islam. Setelah sudah raja mengucap kalimatsyahadat itu, maka Syaikh Sa'id pun mengajarkan kalimat syahadat kepada segalamenteri hulubalang dan rakyat yang ada hadir itu pula.
Telah selesailah Syaikh Sa'id dari pada mengajarkan kalimat syahadat pada segalamereka itu, maka sembah Syaikh Sa'id: "Ya Tuanku Syah 'Alam, baiklah Tuankubernama mengikut nama Islam, karena Tuanku sudah membawa agama Islam, supayabertambah berkat Duli Tuanku beroleh syafa'at dari Muhammad rasul Allah, sallalLâhu alaihi wa sallama diakirat jemah."
Maka titah baginda: "Jikalau demikian, tuanhambalah memberi nama akan hamba."
Arkian maka raja itu pun diberi nama oleh Syaikh Sa'id, Sultan Isma'il Syah ZillullâhFi l'Alam. Setelah sudah Syaikh Sa'id memberi nama akan raja itu, maka titahbaginda: "Anak hamba ketiga itu baiklah tuanhamba beri nama sekali, supayasempurnalah hamba membawa agama Islam."
Maka kembali Syaikh Sa'id: "Barang bertambah kiranya daulat sa'adat Duli YangMahamulia, hingga datang kepada kesudahan zaman paduka anakanda dan cucundaDuli Yang Mahamulia karar sentosa di atas takhta kerajaan di negeri PataniDarussalam."
Arkian maka Syaikh Sa'id pun memberi nama akan paduka anakanda baginda yangtua itu Sultan Mudhaffar Syah dan yang tengah perempuan itu dinamainya Sitti'A'isyah dan yang bungsu laki-laki dinamainya Sultan Manzur Syah. Setelah sudahSyaikh Sa'id memberi nama akan anakanda baginda itu, maka baginda punmengaruniai akan Syaikh Sa'id itu terlalu banyak dari pada emas perak dan kain yangindah-indah. Hatta maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah pada raja, lalu kembali kerumahnya di biara Kampung Pasai.
Syahdan pada zaman itu segala rakyat yang di dalam negeri juga yang membawa agama Islam, dan segala rakyat yang diluar daerah negeri seorang pun tiada masuk Islam. Adapun raja itu sungguhpun ia membawa agama Islam, yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang ditinggalkan; lain dari pada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya.






































PERBEDAAN :

            Cerita hikayat Patani (HP) tentang penyebaran agama islam sedangkan Raja Kilan Syah serta Putranya (RKS) bercerita mengenai seorang ayah yang berpesan kepada anaknya agar dapat menjaga kerajaan istambul. HP lebih susah dipahami karena masih menggunakan bahasa yang sulit dimengerti sedangkan RKS lebih mudah dipahami. Dalam cerita HP tokoh lebih banyak, dibandingkan RKS yang memiliki sedikit tokoh.


PERSAMAAN :

HP dan RKS bercerita tentang kerajaan dan  mengandung unsur keagamaan. Alur yang digunakan adalah alur maju, karena kedua cerita ini terus menceritakan tentang kejadian kedepannya dan bukan menceritakan tentang masa lalu. Kedua cerita ini sama-sama mempunyai konflik yang  sama yaitu seorang raja yang sakit dan  meminta anaknya untuk menggantikan ke dudukannya di hari kelak. Kedua cerita ini banyak mengandung nilai moral, sosial, dan agama.